NFT (Non Fungible Token)
(Tulisan pekan ke-10 untuk bahan ajar dan diskusi mata kuliah Jejaring Sosial dan Konten Kreatif di Universitas Gunadarma)
Apa Itu NFT?
Distribusi dan penggandaan konten atau data digital (foto, video, musik, dan lain-lain) di komputer dan internet itu relatif mudah, semudah menekan Ctrl + C dan Ctrl + V. Namun NFT (Non Fungible Token) bukan dibuat untuk mengatasi masalah penggandaan konten secara ilegal ataupun pembajakan, seperti Denuvo dan DRM. NFT diciptakan agar pemilik konten memiliki bukti kepemilikan (proof-of-ownership) yang sahih, yang dapat dibuktikan oleh siapapun juga memanfaatkan teknologi blockchain.
Konten asli (maksudnya file digital) tetap dapat di-copy-paste seperti layaknya file biasa, tidak terbatas hanya pada pemilik token tersebut. Adapun NFT bersifat non-fungible. Apa itu fungible? Contoh benda fungible adalah selembar uang kertas Rp 100.000, yang tentu saja nilainya sama dengan selembar uang Rp 100.000 lainnya (di waktu yang sama). Bitcoin juga fungible -- antara 1 BTC dan 1 BTC lainnya ya nilainya sama. Namun, seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, NFT tidak fungible. Oleh karena inilah, meskipun NFT juga berbasis blockchain, NFT tidak sama dengan cryptocurrency .
NFT pada dasarnya adalah data yang disimpan atau dicatat dalam buku besar digital (konsep dasar yang persis sama dengan ketika saya membahas blockchain), dan data tersebut mewakili sesuatu yang spesifik, misalnya, karya seni, album musik, atau jenis file digital lainnya.
Saat seseorang membeli NFT, pada dasarnya orang itu membeli bukti digital kepemilikan token, yang kemudian dapat ditransfer ke dompet digital. Adapun bukti kepemilikan yang sahih itu tersimpan di dalam blockchain (alias buku besar). Semua transaksi kripto seperti Bitcoin, Ethereum, dan Dogecoin juga tercatat di dalam blockchain. Nah, di sini saya menekankan sekali lagi mengapa NFT serupa (tapi tak sama) dengan cryptocurrency. Secara garis besar, sebagian besar NFT adalah bagian dari blockchain Ethereum (pertama pada tahun 2015). Namun demikian, sudah ada blockchain yang menerapkan NFT versi mereka sendiri, misalnya TRC-721. Dalam kaitannya dengan Ethereum, blok NFT memuat menyimpan informasi unik yang membuatnya berbeda dengan ETH coin.
Lihat juga tulisan saya yang menjelaskan apa itu Blockchain dan Cryptocurrency.
NFT Digunakan Untuk Apa Saja?
Jack Dorsey, CEO Twitter, menjual tweet pertamanya seharga $2,9 juta.
Karya seni Beeple terjual lebih dari $69 juta di sebuah lelang. (Apa itu Beeple? Cari tahu di sini.)
Zoë Roth, yang dikenal sebagai "Disaster Girl", melunasi utangnya dengan foto (tepatnya meme) senilai $500.000.
Semua transaksi di atas dilakukan melalui NFT.
Oiya, foto rektor ITB dijual sebagai aset digital NFT, tepatnya di marketplace OpenSea (hingga saat tulisan ini ditulis, sudah ada penawaran sebesar $34,46).
Item termahal di NFT adalah sebuah gambar CryptoPunk senilai 124.457 ethereum, atau senilai Rp 7.727.730.149.140 (duh, coba koreksi dan konversi sendiri ya). Ini gambar yang dimaksud:
(Btw, NFT di atas rupanya dibeli sendiri oleh sang pembuat konten.)
NFT dapat berupa satu item unik dan tunggal, seperti lukisan Mona Lisa di kehidupan nyata, atau banyak item yang berdasar satu template, seperti layaknya kartu Yu-Gi-Oh! Kalau penasaran, coba tengok collection NFT yang tersedia di OpenSea -- seperti itulah contoh-contoh item NFT.
Detail sebuah transaksi NFT di Etherscan
Mengapa orang membeli item semacam ini dengan harga luar biasa seperti ini? Motifnya ya untuk memiliki karya seni asli atau menjualnya lagi ketika ada permintaan di harga yang lebih tinggi. Sama seperti ada orang rela mengeluarkan uang lebih dari $250 juta untuk membeli lukisan The Card Player karya Paul Cézanne.
Manfaat NFT
Menjual NFT dapat memberikan keuntungan bagi artis. Misalnya, pada bulan Maret 2021, band Kings of Leon menjual musik yang belum dirilis melalui NFT. Keuntungan bagi band itu adalah jika mereka menjual NFT kepada seorang pemilik dan membatasi reproduksi digital, mereka dapat menerima royalti dan mengontrol distribusi produk mereka.
NBA juga berinvestasi dalam proyek untuk menjual NFT, tepatnya menjual klip pemain dalam bentuk NFT. Jika saya membeli NFT ini, saya bukan pembuat klip itu, namun saya memilikinya secara sah. Kepemilikan klip itu, melalui NFT, bisa saya perdagangkan seperti halnya kartu Pokemon original.
Dimana Tempat Jual Beli NFT?
Untuk menjual dan membeli NFT, ada marketplace tersendiri, misalnya OpenSea.
Sejarah NFT dan Popularitas
"NFT" pertama adalah Quantum, diciptakan oleh Kevin McCoy pada Mei 2014 dan diakuisisi oleh Anil Dash, saat presentasi di konferensi Seven on Seven di New Museum di New York City. Mereka menyebut teknologi tersebut sebagai "grafik yang dimonetisasi". Penanda blockchain yang tidak dapat dipertukarkan dan dapat diperdagangkan secara eksplisit, ditautkan pada karya seni yang dimaksud, melalui metadata on-chain (istilah resminya adalah Namecoin).
Pada bulan Oktober 2015, proyek NFT pertama, Etheria, diluncurkan dan didemonstrasikan di DEVCON 1, yang merupakan konferensi pertama Ethereum, di London, Inggris. Ketika itu adalah tepat tiga bulan setelah peluncuran blockchain Ethereum. Sebagian besar dari 457 item Etheria tidak terjual selama lebih dari 5 tahun hingga 13 Maret 2021, ketika minat baru pada NFT memicu pembelian yang gila-gilaan. Dalam 24 jam, semua item itu terjual dengan total $1,4 juta.
Dari tahun 2017 hingga sekarang (November 2021) publik menjadi semakin sadar dengan keberadaan NFT. NFT ini menjadi topik perbincangan, misalnya di Twitter, salah satunya para pengguna dari Indonesia.
Kontroversi NFT
Sama seperti teknologi blockchain dan kripto, NFT ini juga menuai kontroversi, salah satunya penggunaan energi yang sangat besar (karena NFT juga berbasis blockchain, tepatnya blockchain Ethereum) serta penjualan item tanpa sepengetahuan dan seizin pemilik.